Another Letter in Another Season


Another love letter in another season... nothing changes.. this heart still loves you as it did at the first time. For God is love, let us dwell in His love forever..

I love you..
Suratku yang kesekian untukmu…
Sebab cinta kita adalah paradox…

Dear Haniva,
Apa kabarmu? Kukirimkan lagi sebuah surat untukmu, menjelang Valentine Day 2015. Kamu tahu, menulis surat bukan sebuah kegemaran yang saya nikmati…, yang karenannya kamu pasti sering menemui suratku yang ‘biasa’, tidak seperti surat-suratmu yang dalam.Tapi kamu juga tahu surat telah menjadi bagian keakraban kita dalam kurun 6 tahun kebelakang hubungan kita…. Dalam keengganan, aku masih terus menikmati menulis surat untukmu… Sebuah mental state yang paradoksal memang… Saya tidak tahu alasannya; apakah dengan tujuan menyenangkanmu, apakah karena kebutuhanakan dokumentasi cinta, atau berbagai alasan remeh yang bisa saja kita daftarkan bersama… Namun satu hal yang hampir pasti bagiku adalah bahwa menulis surat untukmu telah menjadi kesempatan yang elok bagiku bercakap-cakap dengan lebih intens denganmu, tentang cinta kita, yang saban kali mungkin berjalan ‘kaku’ dan terlihat ‘kurang’ dalam keseharian jumpa dan canda kita… Ada romantisme yang lepas, yang membutuhkan penegasan dan pendalaman… Surat adalah ruang bagi kubercerita tentang mimpi bersama, tentang keseriusan dan komitmen, yang acap kali kamu ragukan keberadaannya… Surat ini bukan sekedar refleksi nalar semata namun lebih merupakan pergumulan intens pikiran dan rasa, tentang kamu dan kita, yang sekian lama bertumbuh dan terus diuji dalam parade waktu sedemikian ini…

Dan kamu tahu ini suratku yang kesekian… Senang menemuimu dalam ‘Haniva’ yang sama, seperti gadis kecil dan anggun dengan konfidensi besar yang saya temui di pelataran kampus lama sore itu. Gadis yang sama yang bisa menjadi gadis ayu yang pemalu ketika bercerita tentang puisi… Kamu dan puisi-puisimu juga adalah ‘paradoks’ itu… Tampilan dirimu siang itu dan isi sajak-sajakmu adalah paradox yang mengagumkan… Seorang penakluk yang masih malu-malu…

Enam tahun bersamamu adalah kesempatan langka mengalami evolusimu… Kamu tumbuh menjadi gadis dewasa yang antusias, namun penuh pertimbangan dan tenang di saat yang sama. Kamu berkembang menjadi ‘Haniva’ yang matang dalam keseluruhan aspek… Dirimu hari ini adalah ‘keanggunan’ yang saban kali cuma berkelebat dalam fantasi priaku…

Dan aku senang ada dalam hari-hari itu..Tidakkah kamu tahu kalau aku menikmati setiap detik kebersamaan denganmu? Mengalami dan menikmati cerita-ceritamu tentang putih dan hitamnya hidup… Ada tawa yang menyenangkan, namun juga ada banyak tangis dan kegetiran.Tapi kamu masih dekat… Ada sinisme dan pesimisme tentang kita, namun kamu masih tetap juga di sana… Kamu dengan antusiasme cintamu adalah ‘paradoks’ nyata dari tangis, kegetiran, sinisme dan pesimisme itu…

Dear Haniva,
Ada banyak perbedaan yang menimbulkan tanya dan keraguan. Kita, kamu dan aku juga mungkin ragu dan takut.Tapi di hari Valentine ini, aku ingin mengajakmu pergi ke satu tempat, di mana hanya aku dan kamu di situ..Tinggalah bersamaku di tempat itu; bukan untuk satu hari saja..Tinggalah lebih lama, sebab aku masih ingin mengalamimu… Lupakanlah perbedaan dan marilah merayakan cinta bersamaku… Karena perbedaaan yang sering diteriakan itu paradoksal dengan cinta… Karena orang tidak pernah berbicara tentangnya ketika sedang meneguk anggur cinta..Kamu juga tak perlu ragu dan takut, karena toh sejak awal cinta kita sudah seperti itu adanya… Kekasih hatiku, kamu dan cintamu adalah paradox yang ingin kuperjuangkan…

Jalur 40, menjelang 14 Feb 2015.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Easter (7 words on the cross)

If "Hot Blooded Woman" was made into a Drama"

When God says 'Not Yet' (again)